1. Arsitektur Rumah Joglo
Rumah Joglo dibangun dengan desain arsitektur yang cukup unik. Salah satu keunikan tersebut terletak pada desain rangka atapnya yang memiliki bubungan cukup tinggi. Desain atap yang demikian dihasilkan dari pola tiang-tiang yang menyangga rumah. Utamanya pada bagian tengah rumah, terdapat 4 tiang berukuran lebih tinggi yang menyangga beban atap. Keempat tiang yang kerap disebut “soko guru” ini menyangga dan menjadi tempat pertemuan rangka atap yang menopang beban atap. Atap rumah adat Jawa Tengah ini sendiri dibuat dari bahan genting tanah. Sebelum genting ditemukan, pada masa silam atap rumah ini juga dibuat dari bahan ijuk atau alang-alang yang dianyam. Penggunaan desain rangka atap dengan bubungan tinggi dan material atap dari bahan alam merupakan salah satu hal yang membuat rumah Joglo terasa dingin dan sejuk. Adapun secara keseluruhan, rumah Joglo sendiri lebih banyak menggunakan kayu-kayuan keras, baik untuk dinding, tiang, rangka atap, pintu, jendela, dan bagian lainnya. Kayu jati adalah pilihan utama yang kerap ditemukan pada rumah-rumah lawas. Kayu jati sangat awet dan terbukti dapat bertahan lama bahkan hingga ratusan tahun.
2. Fungsi Rumah Adat
Selain memiliki fungsi sebagai ikon budaya dan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa, rumah Joglo pada dasarnya juga berfungsi sebagai tempat tinggal. Untuk menunjang fungsi yang satu ini, rumah adat Jawa Tengah ini dibagi menjadi beberapa susun ruangan dengan fungsinya masing-masing seperti terlihat pada denah di samping, yaitu:
1).Pendapa.
Bagian ini terletak di depan rumah. Biasanya digunakan untuk aktivitas formal, seperti pertemuan, tempat pagelaran seni wayang kulit dan tari-tarian, serta upacara adat. Meski terletak di depan rumah, tidak boleh dilewati sembarang orang yang hendak masuk ke dalam rumah. Jalur untuk masuk ada sendiri dan letaknya terpisah memutar samping pendapa.
2).Pringitan.
Bagian ini terletak antara pendapa dan rumah dalam (omah njero). Selain digunakan untuk jalan masuk, lorong juga kerap digunakan sebagai tempat pertunjukan wayang kulit.
3).Emperan.
Ini adalah penghubung antara pringitan dan umah njero. Bisa juga dikatakan sebagai teras depan karena lebarnya sekitar 2 meter. Emperan digunakan untuk menerima tamu, tempat bersantai, dan kegiatan publik lainnya. Pada emperan biasanya terdapat sepasang kursi kayu dan meja.
4).Omah njero.
Bagian ini sering pula disebut omah mburi, dalem ageng, atau omah saja. kadang disebut juga sebagai omah-mburi, dalem ageng atau omah. Kata omah dalam masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal.
5).Senthong-kiwa.
Berada di sebelah kanan dan terdiri dari beberapa ruangan. Ada yang berfungsi sebagai kamar tidur, gudang, tempat menyimpaan persediaan makanan, dan lain sebagainya.
6).Senthong tengah.
Bagian ini terletak ditengah bagian dalam. Sering juga disebut pedaringan, boma, atau krobongan. Sesuai dengan letaknya yang berada jauh di dalam rumah, bagian ini berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti harta keluarga atau pusaka semacam keris, dan lain sebagainya
7).Senthong-tengen.
Bagian ini sama seperti Senthong kiwa, baik fungsinya maupun pembagian ruangannya.
8).Gandhok.
Merupakan bangunan tambahan yang letaknya mengitari sisi belakang dan samping bangunan inti.
3. Rumah Adat Jawa Lainnya
Selain rumah Joglo, sebetulnya ada beberapa desain rumah adat Jawa Tengah lainnya yang dikenal dalam budaya masyarakat suku Jawa, yaitu rumah Panggang Pe, rumah Kampung, rumah Limasan, dan rumah Tajug. Masing-masing desain rumah ini terbagi lagi menjadi beberapa sub desain seperti yang dijelaskan sebagaimana berikut:
1).Panggang-pe.
Desain ini hanya memiliki 1 atap yang memanjang dari depan ke belakang. Desain Panggang Pe terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu yaitu Gedhang, Cere Gancet, Pokok, Trajumas, Kios, Empyak Setangkep, dan Barengan.
2).Kampung.
Desain ini memiliki 2 sisi atap di bagian depan dan belakang yang saling dihubungkan dengan 1 bubungan. Desain omah Kampung terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu Gedhang Selirang, Pokok, Jompongan, Semar, Trajumas, Sinom, Gotong Mayit, Cere Gancet, Apitan, Gajah, Dara Gepak, Pacul Gowang, Srontongan, Baya Mangap, Klabang Nyander, dan Lambang Teplok.
3).Limasan.
Desain ini seperti desain atap rumah adat Sumatera Selatan dan rumah adat Jawa Barat Parahu Nangkub. Atapnya memiliki 4 sisi, sisi kiri dan kanan berbentuk segitiga sama kaki, sementara sisi depan dan belakang berbentuk trapesium. Desain Limasan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu yaitu Cere Gancet, Enom, Ceblokan, Gotong Mayit, Empyak Setangkep, Semar, Bapangan, Trajumas, Lambang, Klabang Nyander, Sinom, dan Apitan.
4).Tajug.
Desain ini kerap digunakan untuk desain bangunan masjid. Atapnya tersusun dari 4 sisi yang saling bersatu tanpa adanya bubungan, sehingga tampak meruncing. Desain Tajug terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu Ceblokan, Lawakan, Tawon Goni, Lambang, dan Semar. Salah satu bangunan yang menggunakan desain ini adalah Masjid Agung Demak.
Rumah Joglo dibangun dengan desain arsitektur yang cukup unik. Salah satu keunikan tersebut terletak pada desain rangka atapnya yang memiliki bubungan cukup tinggi. Desain atap yang demikian dihasilkan dari pola tiang-tiang yang menyangga rumah. Utamanya pada bagian tengah rumah, terdapat 4 tiang berukuran lebih tinggi yang menyangga beban atap. Keempat tiang yang kerap disebut “soko guru” ini menyangga dan menjadi tempat pertemuan rangka atap yang menopang beban atap. Atap rumah adat Jawa Tengah ini sendiri dibuat dari bahan genting tanah. Sebelum genting ditemukan, pada masa silam atap rumah ini juga dibuat dari bahan ijuk atau alang-alang yang dianyam. Penggunaan desain rangka atap dengan bubungan tinggi dan material atap dari bahan alam merupakan salah satu hal yang membuat rumah Joglo terasa dingin dan sejuk. Adapun secara keseluruhan, rumah Joglo sendiri lebih banyak menggunakan kayu-kayuan keras, baik untuk dinding, tiang, rangka atap, pintu, jendela, dan bagian lainnya. Kayu jati adalah pilihan utama yang kerap ditemukan pada rumah-rumah lawas. Kayu jati sangat awet dan terbukti dapat bertahan lama bahkan hingga ratusan tahun.
2. Fungsi Rumah Adat
Selain memiliki fungsi sebagai ikon budaya dan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa, rumah Joglo pada dasarnya juga berfungsi sebagai tempat tinggal. Untuk menunjang fungsi yang satu ini, rumah adat Jawa Tengah ini dibagi menjadi beberapa susun ruangan dengan fungsinya masing-masing seperti terlihat pada denah di samping, yaitu:
1).Pendapa.
Bagian ini terletak di depan rumah. Biasanya digunakan untuk aktivitas formal, seperti pertemuan, tempat pagelaran seni wayang kulit dan tari-tarian, serta upacara adat. Meski terletak di depan rumah, tidak boleh dilewati sembarang orang yang hendak masuk ke dalam rumah. Jalur untuk masuk ada sendiri dan letaknya terpisah memutar samping pendapa.
2).Pringitan.
Bagian ini terletak antara pendapa dan rumah dalam (omah njero). Selain digunakan untuk jalan masuk, lorong juga kerap digunakan sebagai tempat pertunjukan wayang kulit.
3).Emperan.
Ini adalah penghubung antara pringitan dan umah njero. Bisa juga dikatakan sebagai teras depan karena lebarnya sekitar 2 meter. Emperan digunakan untuk menerima tamu, tempat bersantai, dan kegiatan publik lainnya. Pada emperan biasanya terdapat sepasang kursi kayu dan meja.
4).Omah njero.
Bagian ini sering pula disebut omah mburi, dalem ageng, atau omah saja. kadang disebut juga sebagai omah-mburi, dalem ageng atau omah. Kata omah dalam masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal.
5).Senthong-kiwa.
Berada di sebelah kanan dan terdiri dari beberapa ruangan. Ada yang berfungsi sebagai kamar tidur, gudang, tempat menyimpaan persediaan makanan, dan lain sebagainya.
6).Senthong tengah.
Bagian ini terletak ditengah bagian dalam. Sering juga disebut pedaringan, boma, atau krobongan. Sesuai dengan letaknya yang berada jauh di dalam rumah, bagian ini berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti harta keluarga atau pusaka semacam keris, dan lain sebagainya
7).Senthong-tengen.
Bagian ini sama seperti Senthong kiwa, baik fungsinya maupun pembagian ruangannya.
8).Gandhok.
Merupakan bangunan tambahan yang letaknya mengitari sisi belakang dan samping bangunan inti.
3. Rumah Adat Jawa Lainnya
Selain rumah Joglo, sebetulnya ada beberapa desain rumah adat Jawa Tengah lainnya yang dikenal dalam budaya masyarakat suku Jawa, yaitu rumah Panggang Pe, rumah Kampung, rumah Limasan, dan rumah Tajug. Masing-masing desain rumah ini terbagi lagi menjadi beberapa sub desain seperti yang dijelaskan sebagaimana berikut:
1).Panggang-pe.
Desain ini hanya memiliki 1 atap yang memanjang dari depan ke belakang. Desain Panggang Pe terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu yaitu Gedhang, Cere Gancet, Pokok, Trajumas, Kios, Empyak Setangkep, dan Barengan.
2).Kampung.
Desain ini memiliki 2 sisi atap di bagian depan dan belakang yang saling dihubungkan dengan 1 bubungan. Desain omah Kampung terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu Gedhang Selirang, Pokok, Jompongan, Semar, Trajumas, Sinom, Gotong Mayit, Cere Gancet, Apitan, Gajah, Dara Gepak, Pacul Gowang, Srontongan, Baya Mangap, Klabang Nyander, dan Lambang Teplok.
3).Limasan.
Desain ini seperti desain atap rumah adat Sumatera Selatan dan rumah adat Jawa Barat Parahu Nangkub. Atapnya memiliki 4 sisi, sisi kiri dan kanan berbentuk segitiga sama kaki, sementara sisi depan dan belakang berbentuk trapesium. Desain Limasan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu yaitu Cere Gancet, Enom, Ceblokan, Gotong Mayit, Empyak Setangkep, Semar, Bapangan, Trajumas, Lambang, Klabang Nyander, Sinom, dan Apitan.
4).Tajug.
Desain ini kerap digunakan untuk desain bangunan masjid. Atapnya tersusun dari 4 sisi yang saling bersatu tanpa adanya bubungan, sehingga tampak meruncing. Desain Tajug terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu Ceblokan, Lawakan, Tawon Goni, Lambang, dan Semar. Salah satu bangunan yang menggunakan desain ini adalah Masjid Agung Demak.
Original Link=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar